Bangunan
itu berbentuk seperti limas segitiga terbalik yang pucuknya ditancapkan kedalam
tanah. Kapasitas bangunan tersebut sanggup menampung lima ribu orang. Lantainya
dingin dan didalamnya terdapat sekitar lima puluh pilar penyangga berwarna
hijau yang mengokohkan bangunan itu. Pada jam-jam tertentu, akan banyak orang
yang pergi mengunjungi bangunan tersebut untuk sejenak menghadap Sang pencipta
alam semesta. Aku sering mengunjungi bangunan itu, bangunan yang banyak orang
menyebutnya Masjid Al-huriyah. Apabila ditanya mengapa aku sering berkunjung ke
masjid Al-huriyah, maka jawabanya karena masjid adalah tempat ibadah yang penuh
dengan kedamaian, ketenangan dan sumber inspirasi. Saat itupun aku sedang
berada didalamnya sambil membaca sebuah buku.
Melihat
banyaknya pilar-pilar yang ada di masjid, aku jadi teringat enam orang
sahabatku dulu saat aku masih belajar di SMA. Sahabat yang telah membuatku
belajar tentang arti kata kerjasama, arti kata persahabatan dan cinta. Teringat
hal tersebut, aku langsung membuka tas ranselku, mengeluarkan sebuah laptop
didalamnya. Aku jadi rindu untuk berkomunikasi dengan tujuh sahabatku itu yang
saat ini berada ditempat yang berbeda-beda. Kubuka laptop milikku dan langsung
menulis sebuah catatan di sebuah jejaring sosial tentang kenangan kami saat di
SMA.
“
Hari ini aku teringat, kenangan itu, 7
pilar yang membangun sebuah lingkaran perjuangan penuh cinta 4 tahun yang lalu,
pilar-pilar itu kini berada ditempat yang berbeda untuk menyebarkan gelombang
cinta ditempatnya masing-masing. Masjid rhoudatul ulum, masjid inilah yang
mempersatukan kami semua anggota pitu voice (pitu = 7 dalam bahasa jawa).
Banyak kenangan indah di masjid berwarna orange itu. debu sajadahnya telah
masuk kedalam sistem pernapasan kami untuk menjadi saksi cinta suci. Tempat
wudu yang sering kami bersihkan, sekarang airnya menjadi kenangan yang
menyegarkan jiwa kami. Mimbar masjid tempat kami bergantian untuk
menyebarluaskan cinta, mikrofon tempat kami menyuarakan panggilan cinta, hijab
berwarna kuning yang sering kami pindahkan saat hari jumat, serta markas sempit
tempat kami berkumpul untuk menyisir rambut dan menaruh barang-barang kami.
Aku ndak akan lupa lagu-lagu yang
kami nyanyikan hingga larut malam, kamipun berdiri sejenak ditengah malam
bersama-sama hingga saat berbagi autan untuk menangkal nyamuk. aku ndak akan
lupa acara-acara yang telah kami rangkai hingga kami ndak tidur semalaman. Nasi yang kami makan bersama-sama serta tawa
dan canda yang kami lakukan tiap harinya sampai perjuangan melompati sebuah
pagar dimalam hari untuk sebuah rencana. Semua itu, memberi kenangan tersendiri
di sudut jiwa kami yang merindukan kebersamaan kembali di tempat yang sempurna
yang kami sendiri tak dapat membayangkan.
Sekarang pilar perjuangan itu,
berada ditempat yang berbeda. Maha Suci Allah yang mempertemukan jiwa-jiwa kami
dalam lingkaran perjuangn penuh cinta. Celupan warna Illahi telah membuat kami
menjadi pilar perjuangan yang memiliki keunikan tersendiri. Pilar-pilar itu
memiliki gayanya tersendiri dalam berdiri. Ada yang berdiri dengan gaya
ketegasan, gaya keceriaan, kesederhanaan, kepolosan, elegant, gaya kelucuan,
serta keluguan yang membuat lingkaran ini indah. Kami memang jarang bertemu
namun pilar-pilar itu membangun sebuah ikatan yang aku yakin pilar itu akan
tetap kokoh meskipun diterjang oleh badai kedengkian, angin kesalahpahaman,
banjir perbedaan hingga gelombang keegoisan. Aku rindu pertemuan kami saat kami
sudah menggapai impian kami
Ah rasanya kenangan itu begitu
indah, membuatku tak sabar ingin bertemu setiap pilar lingkaran penuh cinta.
Kami ndak tau, akankah dalam waktu dekat ini kami dapat bertemu kembali, atau
kami dipertemukan ditempat yang sempurna yang kami impikan Sekarang kami dengan
gaya berdirinya hanya bisa menyebarkan cinta ditempat yang berbeda dan berusaha
serta belajar menjadi pilar yang kokoh bagi nasib agama, bangsa dan negara.
pitu voice, pilar2 perjuangan penuh cinta yang mengajarkan aku tentang cinta,
menghargai, memahami, memimpin, membahagiakan dan berbagi. Disaat kami nanti bertemu,
semuanya akan sama-sama menyuarakan, INI KARYAKU, SEKARANG APA DAN MANA KARYAMU
UNTUK BANGSA INI?”# 6
Maret 2011 pukul 20:43
Menulis
catatan tersebut, membuatku mengingat satu hal, bahwa ada janji tentang sebuah
karya yang harus kubuat untuk bangsa ini,
janji diantara pitu voice.
Keesokan
harinya, aku pergi ke sekertariat sebuah organisasi atau unit kegiatan
mahasiswa yang aku ikut didalamnya. Organisasi tersebut bernama FORCES (Forum
For Scientific Studies). Sampai di sekertariat FORCES, salah seorang temanku
memanggilku. “ Teki, mau tidak jadi MC di acara BYEE?” aku lantas bertanya “Memangnya
BYEE apaan?”. Setelah berbincang dan berdiskusi cukup lama, aku mengetahui
bahwa BYEE (BAYER YOUNG ENVIRONMENTAL
ENVOY) adalah sebuah kompetisi yang
menganjurkan pesertanya untuk memiliki sebuah karya yang kontributif pada kebaikan
lingkungan dan percakapan tersebut berakhir dengan kata setuju dariku.
Aku menyetujui tawaran tersebut, karena
mungkin hal ini akan menjadi awalan bagiku untuk menghasilkan sebuah karya
untuk bangsa ini. Dengan menjadi MC pada acara sosialisasi BYEE, mungkin aku
bisa tau lebih banyak bagaimana caranya untuk menjadi duta lingkungan yang akan
dikirim ke jerman.
Hari
itupun tiba, acara sosialisasi BYEE diadakan di sebuah auditorium bernama
toyyib hadiwijaya. Sebagai MC untuk pertama kalinya, aku ingin tampil beda.
Maka kubuka acara itu dengan sebuah rayuan gombal terhadap salah satu peserta
wanita. “mba, boleh tau namanya siapa? Tau ga mba, persamaan antara mba dengan
lingkungan?” peserta itupun balik bertanya, “apa?”, lalu aku menjawabnya dengan
gaya Andre stinky di OVJ, “persamaan antara mba dengan lingkungan adalah
sama-sama perlu dijaga”. Semua orang bersorak riuh, tepuk tangan seluruh
pesertapun memecah suasana yang sunyi sebelumnya.
Acara
berjalan dengan lancar. Sehingga tibalah perwakilan dari PT BAYER yang bernama
Ibu Rani mensosialisasikan programnya. Begitu kagetnya aku ketika Ibu Rani
memanggilku keatas panggung dan bertanya “mas teki, tau tidak apa kepanjangan
dari UNEP, RARE DAN WCS?” dengan nada kebingungan aku menjawab, “bu rani, saya
belum tau...”. Didepan tiga ratus orang aku menjawab pertanyaan dengan kata
belum tau. Dari kejadian itu, aku tidak merasa malu, entah karena urat rasa
maluku sudah putus atau aku tau kuncinya bahwa kesalahan adalah sebuah proses
belajar. Diatas panggung itu, aku tersenyum dan menyadari bahwa, kejadian
tersebut telah menambah motivasi semangatku yang awalnya hanya fungsi sinus
yang memiliki nilai satu di sumbu (y), menjadi fungsi tan yang memiliki nilai
tak hingga di sumbu (y). Dan acara itupun aku akhiri dengan kalimat “mawar,
maafin marwan ya”, karena penampilan akustik band saat itu, menyanyikan lagunya
Afgan, bunga terakhir.
Setelah
selesai acara sosialisasi BYEE, dalam hati aku berkata, “bu Rani, tunggu
karyaku, aku ingin membuktikannya”. Kalimat itu, terus berada dalam pikiranku,
menyemangati langka-langkah perjuanganku dalam membuat sebuah karya. Singkat
cerita, aku telah menemukan beberapa ide untuk membuat karya tentang
lingkungan. Namun, aku menemukan
kesulitan dalam implementasi karyaku. Tak putus asa, akupun menemui dosen untuk
meminta saran bagaimana untuk menyelesaikan permasalahan implementasi ke
masyarakat tentang ide-ideku. Tetapi, dosen yang kutemu berkata “Idemu, memang
unik, jarang sekali yang berfikir tentang idemu. Tetapi, idemu ini tidak
dibutuhkan masyarakat dengan realita yang ada saat ini, sehingga saya rasa
sangat sulit untuk diimplementasikan”.
Berdiskusi
dengan dosen yang kutemui, telah membuka mataku. Tidak hanya mata secara fisik
namun mata hatiku. Selama ini aku salah dalam maksud dan tujuanku untuk
berkarya. Rasa ingin membuktikan kepada bu Rani telah membuatku buta dari
realita yang ada saat ini. Buta dari kepedulian untuk membantu sesama manusia
dan buta untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada di lingkungan sekitar.
Aku memang telah memenangkan banyak kompetisi tentang karya tulis, namun tidak
satupun dari karya tulis milikku yang dapat diimplementasikan. Semuanya hanya
berupa keunikan sebuah ide tanpa memperhatikan solusi dan pertolongan untuk
masyarakat.
Salah
satu dari kakak kelas yang banyak mengajari aku tentang karya tulis berkata “Sebuah
karya adalah refleksi yang menghasilkan bayangan solusi dari cerminan masalah
yang ada di masyarakat, sebuah karya harus menghasilkan kebermanfaatan yang
konkrit bagi semua orang. Sebuah karya itu harus seperti air yang memberi
harapan kehidupan ditengah gurun permasalahan hidup ini. Sebuah karya itu harus
bisa menjernihkan keruhnya permasalahan negeri ini”. Ternyata selama ini, aku
lupa dengan nasihat itu. Aku terlalu asyik membuat sebuah karya yang menurutku
itu bagus dan unik, namun aku tidak melihat kebermanfaatannya bagi masyarakat.
Semua
kejadian itu, membuatku sadar. Aku harus merubah arah orientasiku dalam membuat
sebuah karya. Aku tidak lagi membutuhkan pembuktian untuk bu Rani. Semua kejadian tersebut, membuatku berubah.
Aku harus berubah seperti karbohidrat yang tidak hanya memberi rasa kenyang,
tetapi juga memberikan sokongan energi bagi kehidupan,. Aku harus seperti
karbohidrat, yang menjadi solusi bagi kebutuhan tubuh akan energi dan gizi
serta rela dirubah menjadi sukrosa, glukosa
maupun fruktosa. Aku harus menjadi seperti matahari yang terus mengeluarkan
energinya dalam memacu setiap tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis agar
aliran energi senantiasa ada. Aku ingin berubah seperti Naruto yang meskipun
dianggap remeh mengenai prinsipnya tentang persahabatan, namun ia pantang
menyerah untuk melatih dirinya untuk jadi lebih kuat.
Batas
pengumpulan proposalpun semakin dekat. Sekarang aku menjadi orang yang damai
yang tidak berambisi dalam membuat sebuah karya. Aku tidak peduli lagi tentang
BYEE, namun aku ingin menginspirasi banyak orang tentang kontribusi. Kontribusi
mahasiswa kepada masyarakat dan lingkungan. Kuamati setiap hari apa yang
menjadi permasalahan masyarakat, dan aku tuliskan kedalam sebuah proposal. Aku
berjanji kepada diriku sendiri bahwa proposal ini, lolos ataupun tidak, yang
terpenting adalah implementasinya dilapangan dan kebermanfaatannya untuk
masyarakat.
Akhirnya,
moment untuk mempresentasikan karyakupun tiba. Aku memasuki ruangan dengan cat
tembok berwarna putih. Ruangan itu tertutup dan sangat tenang. Kubuka pintu
ruangan itu sambil mengucap Bismillah. Bunyi terbukanya pintu tersebut memecah
sunyi suasana. Setelah memasuki ruangan, dihadapanku ada sembilan orang juri.
Tidak seperti biasanya, kali ini aku mempresentasikan karyaku dengan hanya
menggunakan dua slide. Slide pertama adalah permasalahan yang ada dan slide
kedua adalah solusi dan rencanaku kedepan. Presentasiku tidak lebih dari lima
menit, dan akupun mengakhiri presentasi dengan berucap alhamdulillah.
Setelah
presentasi, tenyata bu Rani yang pertama mengajukan pertanyaan. “Teki, udah tau
kan, kepanjangan dan apa itu UNEP, RARE dan WCS?”. Akupun menjawab, “sudah bu,
terima kasih telah memberikan saya kesadaran dan pengetahuan tentang hal
tersebut”. Juri yang lain berkata, “idemu ini sangat biasa, banyak sekali orang
bisa berfikir seperti ini dan melakukannya, bagaimana tanggapanmu?”. Aku
menjawab, “begini pak, sebuah karya adalah sebuah refleksi yang menghasilkan
bayangan solusi, saya tidak peduli dengan karya saya yang sederhana, yang
terpenting adalah kontribusi saya untuk masyarakat dan lingkungan”. Akhirnya
setelah di beri pertanyaan bertubi-tubi, aku hanya bisa menjawab terima kasih
atas saran yang diberikan. Akupun keluar dari ruangan itu, dan pulang ke
kostanku tanpa rasa kecewa dan bersiap mengiplementasikan ideku secara mandiri.
Satu
minggu berlalu. Aku sedang fokus dengan program lingkungan yang sedang aku
laksanakan. Ternyata secara diam-diam dari pihak PT BAYER mengamati apa yang
kulakukan. Saat aku sedang sibuk untuk sebuah program yang kubuat, aku menerima
sebuah telepon yang akhirnya aku mengetahui bahwa yang menghubungi Bu Rani. Bu
Rani, tanpa basa-basi berkata “Minggu depan, temui saya ya teki, di kantor
saya. Saya mau bicara banyak mengenai program yang kamu buat”. Jawaban “Iya, Bu
Rani”, merupakan satu-satunya jawaban yang bisa aku ucapkan. Akupun semakin
menyadari rencana Sang Penguasa Alam ini lebih baik dari rencana kita dan
sebuah kontribusi dan kebaikan yang kita dedikasikan untuk lingkungan, maka
kebermanfatan dan kebaikannya akan kembali kepada kita. Akhirnya Miroslav Klose
dan Michael Balack sedang menantiku di Jerman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar