Minggu, 16 Desember 2012

surat izin men.... (menjadi pemimpin)


Dua hari yag lalu, aku berangkat ke sebuah tempat bersama para pemimpin-pemimpin kampus IPB untuk mengikuti sebuah pelatihan kepemimpinan.  Ada banyak orang hebat yang berkumpul untuk mengikuti pelatihan, mendiskusikan beberapa hal tentang keorganisasian. Bener-bener suasana yang elegant melihat para pemimpin di kampus bertukar pikiran, berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan keorganisasian.
                Aku, bolehlah yak disebut Direktur. Direktur sebuah organisasi impian penuh harapan dan kebersamaan. Pemimpin sebuah keluarga besar yang bersahaja yang namanya FORCES (forum for scientist studies). Begitu banyaknya rangkaian acara di pelatihan kepempinan itu, selama dua hari di tengah ramainya orang menyampaikan pendapat, antusiasnya para peserta memahami materi, aku teringat keluarga itu. Aku teringat kebersamaan yang ada di sebuah ruang persegi berukuran kurang lebih 3X3 Meter yang isinya adalah barang-barang pribadi. Ramainya ruang kecil itu karena canda, tawa serta diskusi yang sangat hidup menghidupkan suasana. Aku ingat juga betapa ruang kecil beserta orang-orang didalamnya dapat menghapus penatnya permasalahan hidup ini. Aku juga ingat ruangan kecil yang agak berantakan itu memberikan aku sebuah keluarga di tengah masa merantau selama kuliah.
                Selama dua hari ditengah keramaian para pemimpin berdiskusi, aku diam dan berfikir tentang kalian, Teman-temanku, adik-adikku yang harus aku pimpin selama satu tahun kedepan.  Seorang pembicara menjelaskan dalam presentasinya beberapa kriteria seorang pemimpin,  mulai dari karakter, kepribadian serta ciri-cirinya. Secara jujur karakter dan ciri-ciri yang telah di jelaskan sangat ndak sesuai dengan apa yang ada di diriku. Lebih jelas lagi, pembicara itu memberikan sebuah simulasi untuk membuktikan tipe kepribadian masing-masing peserta. Semua tau bahwa tipe kepribadian pemimpin adalah korelis. Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan terbukti bahwa aku bukanlah seorang korelis namun aku seorang sanguinis. Aku ndak sehebat pemimpin-pemimpin di pelatihan itu temen-temen.  Aku ndak banyak mengajukan pendapat, aspirasi ataupun sebuah ide. Bahasanya ndak keren bangetlah kayak ketua organisasi lain yang banyak mengacungkan jarinya selama acara seakan ide dan pendapatnya ada segudang di otaknya. Sedangkan aku banyak diam. Kalo aku lagi-lagi diem.....
                Tapi, entah kenapa diamnya aku malah membuat motivator itu selalu menatap kepadaku. Bertanya tentang pendapatku, selalu memberi contoh melalui diriku. Aku juga menjadi bahan pembanding diantara beberapa tipe kepribadian yang ada. Ah, mungkin karena motivator itu tahu bahwa sedang ndak fokus memerhatikan apa yang disampaikannya. Tetapi, aksi motivator itu membuat aku menjadi penasaran untuk bertanya bagaimana menjadi seorang pemimpin yang paham akan anggotanya, paham mengenai kemauan dan paham bagaimana mencapai visis misi sebuah organisasi. Beberapa pertanyaan aku sampaikan mengenai persoalan yang aku ndak bisa menyelesaikannya selama ini. Ternyata luar biasa ternyata jawaban yang diberikan sangat memuaskan dan sebelum motivator itu mengakhiri sesinya ia berkata  yang kalo di ringkas begini “apapun tipe kepribadianmu, bukan batasan engkau harus menjadi ini dan itu, bukan berarti seorang sanguinis tidak bisa memimpin, semuanya bisa memimpin yang penting kita mau berusaha, karena sayapun seorang sanguinis”
                Untuk temen-temenku di keluarga FORCES tercinta, aku bukan orang yang prestatif dalam hal karya tulis, aku juga bukan orang yang cepet hapal semua nama (terutama forces 10), aku juga bukan seorang korelis yang dapat memimpin dengan baik, aku juga ndak tahu dengan jelas apa keinginan temen-temen, aku jarang online untuk ngepoin blog temen-temen, jarang facebookan untuk tahu status temen-temen, bahkan jarang main twitter. Mungkin masih sangat banyak kekurangan dalam diri ini, masih banyak ketidaktahuan dan mungkin masih rendah tingkat pemahamanku. Namun, izinkan direktur baru ini belajar dan berusaha untuk memimpin, memberdayakan dan memberi contoh bagi temen-temen semuanya. Izinkan direktur yang baru ini mencoba dan menggali potensi yang ada untuk kepentingan kita semua bersama. Mohon beri dukungan dan doa semoga direktur yang katanya “direktur gombal” (aku ndak setuju.. ha2) bisa amanah dalam mengemban hak dan kewajibannya. Izinkan diri yang belum tentu lebih baik dari temen-temen semuanya untuk jadi pemimpin di keluarga ini.
*Mungkin tulisan ini agak lebay dan galau... tapi seperti biasanya “ aku bingung mau nulis apa untuk nyapa temen-temen semua”  FORCES!!!  Go scientist...

Senin, 10 Desember 2012

seikat kaos kaki



Seikat kaos kaki
Kemarin, tepatnya 9 desember 2012 aku dihadapkan pada moment dimana Allah memberikan aku sebuah ujian untuk memimpin sebuah organisasi. Menjadi pemimpin bisa dibilang seperti menempatkan diri pada jalan terjal penuh rintangan yang di samping kanan kirinya ada jurang dengan membawa seorang anak kecil. Ada tanggung jawab disana, ada resiko, rintangan serta hambatan yang membentang. Tapi memang perjalanan itu berujung pada puncak terindah dimana kita bisa melihat indahnya matahari terbit sehingga membuka peluang untuk mendaki puncak yang lebih tinggi dan lebih indah bahkan menggapai langit tertinggi.
Aku, seorang pemuda berbadan mungil, dengan kulit hitam manis, terkadang merasa belum pantas untuk memimpin, masih banyak di luar sana pemuda yang lebih ganteng, keren dan berbadan besar. Aku sadar, di dekatku ada jurang yang dapat membuat diriku akan jatuh terjerembab ke dalam jurang saat aku salah dalam melangkah. Sedikit kesalahanku dalam melangkah, maka aku ndak hanya membuat diriku jatuh ke jurang tapi juga anak kecil yang aku bawa. Tanggung jawab, resiko, cobaan, hambatan semua itu terbayang di hati dan pikiran sehingga kedua tanganku seakan memegang sebuah gunung yang harus aku pikul hingga nanti (agak lebai sih).
Namun, diselah perenunganku, ada beberapa teman yang masih ingat kapan aku lahir, kapan aku mulai melangkah. Mereka memberiku sebuah hadiah yang buat aku cari tissue saat membuka hadiah tersebut. Di mushola al-fath aku  buka bungkusan itu, didalamnya terdapat kemeja putih bergaris. Tapi yang lebih membuat aku mau nangis adalah begitu perhatiannya mereka kepadaku, seorang pemuda yang pakaiannya agak cupu (ndak gaul) yang sering ndak make kaos kaki. Dan mereka menghadiahkan dua pasang kaos kaki yang diikat dengan pita kuning.
Seikat kaos kaki dengan pita kuning, aku ndak akan lupa itu. Di tengah amanah baru yang membuat beban tanggungjawabku lebih besar, aku serasa mendapat tenaga baru, aku serasa dapet suplemen baru untuk semangat mengemban amanah. Hadiah itu, kayak sekelumit rasa manis di tengah sensasi sayur asem yang sering dibuat ibuku. Manis itu membuat semuanya jadi sempurna. Dalam hati aku berkata ya Allah terima kasih engkau telah mempertemukan aku dengan mereka, sahabat terbaik, yang selalu memberiku semangat saat aku lelah, memberiku tawa saat aku sedih dan memberikan kado terindah “seikat kaos kaki” yang didalamnya ada pesan yang spesial “semoga cepet dapet jodoh ya tek”. Ah pesan itu mungkin karena aku terlalu banyak bicara tentang nikah dihadapan mereka.
Terlepas dari semua itu, ya Allah semoga mereka yang sangat perhatian dan sayang kepadaku, selalu sehat dan bahagia serta dimudahkan dalam segala urusannya. Aku, maaf yak temen-temen, aku belum bisa jadi pemimpin dan teman yang baik. Aku masih sering lupa untuk nanya kabar kalian, apalagi tau kondisi hati kalian seneng atau sedih. Tapi insya Allah aku mau belajar n berusaha jadi pemimpin n temen kalian yang terbaik. Minimal udah bisa cepet bales sms... he2.
Seikat kaos kaki itu... kado terindah... kemejanya buat aku tambah ganteng.. bangga aku memakainya... terima kasih temen2ku... LI,DE,DW,US,RI
I LOVE YOU MY BEST FRIEND