Minggu, 13 November 2016

"titip rindu buat abah"

Ayah... dalam hening sepi ku rindu...
untuk... menuai padi milik kita...
tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan...
anakmu sekarang banyak menanggung beban...

ya begitulah sepenggal lagu berjudul "titip rindu buat ayah" yang dinyanyikan oleh Ebiet G Ade. Bait lagu tersebut adalah gambaran perasaan anakmu ini Abah. Terhitung sudah 34 hari kau berpindah ke dimensi yang lain meninggalkan kami, namun sepertinya perasaan rindu ini makin berkembang, membesar memenuhi relung dada ini karena hasil perjuanganmu, pemikiranmu serta apapun yang kau lakukan mulai terasa dan terbukti bahwa memang cintamu kepada kami sungguh nyata dan luar biasa.

Ayah, dalam hening sepi ku rindu...

Abah, aku ingat sejak kecil kau mulai mengajakku untuk berdiksui mengenai arti kehidupan ini. Aku mulai rindu dengan malam-malam panjang yang kita habiskan untuk berdiskusi tentang bagaimana cara memandang hidup, tentang mimpi masa depan sambil membuat nasi goreng hambar atau mie instan ditemani tayangan pertandingan sepak bola yang sebenarnya kita sama-sama tidak terlalu paham sepakbola dan nama-nama pemainnya.

Aku juga mulai rindu dengan setiap moment kita mengunjungi saudara-saudara jauh, mengunjungi teman-teman lama-mu di pelosok-pelosok desa. Aku rindu, karena di setiap perjalanan bersamamu kemanapun, selalu ada hal baru, pelajaran baru yang bisa aku pahami dan praktikan dalam kehidupanku.

Aku tidak akan lupa, bagaimana sikap tegasmu saat mengambil keputusan. Aku tak akan lupa, kau yang selalu memberikan apresiasi terhadap setiap pencapaianku, meskipun pencapain itu begitu sepele dan aku tak akan lupa perjuanganmu yang pantang menyerah meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.

Aku tak akan lupa bahwa segala pencapaianku hingga saat ini, merupakan hasil jeri payahmu serta doa-doamu yang selalu kau panjatkan dengan khusyuk setiap selesai sholat lima waktu.

Untuk menuai padi milik kita....

Abah, Kau meninggalkan kami bersama padi yang sudah siap untuk dipetik hasilnya. Semuanya kau tinggalkan dengan rapi. Masih teringat setiap orang yang datang untuk takziah, selalu berkata bahwa hari-hari sebelumnya kau datang ke mereka untuk minta maaf, tapi maafkan kami yang tak pernah tau hal itu. Semua dokumen yang kau rapikan dalam satu tempat. Semua urusan keluarga yang kau selesaikan tanpa meninggalkan beban kepada kami. Dan semua kenangan tentangmu, aku bahkan tak sanggup untuk menulis lagi kalimat demi kalimat ini. Cintamu kepada kami, tak terucap namun sangat terasa dan nyata selepas kepergianmu.    

Aku belum sempat memberikanmu hadiah terbaik yang kau impikan. Namun, aku akan selalu ingat kata-kata terakhirmu “Apapun maslah yang engkau hadapi, tentang abah, keluarga dan apapun, jangan sampai cita-citamu goyah”. Insya Allah aku akan selalu ingat pesanmu dan insya Allah akan mewujudkannya.

Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan....

Aku hanya bisa menulis sebuah puisi yang khusus untukmu “Abah”

Jalan panjang yang sepi
Dimanakah akan kutemukan penggantimu
Sekarang ruang itu senyap
Yang ada hanya suara hati

Aku terpaksa berdiri sendiri
Berbicara sendiri
Keteraduanku tumpah saat gelap
Dan keheningan itu selalu menemani

Dari logika hingga perasaan
Sekarang,
Pertanyaanku terjawab oleh waktu
Kesalahanku terbukti oleh waktu
Inikah inginmu
Hidup bersama waktu
Hingga aku tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu

Sekarang ini, yang bisa kulakukan adalah mengirimkan untaian kalimat pengaharapan
Bahwa disana kau bahagia dan sejahtera
Sekarang ini yang bisa kulakukan adalah berjuang
Meneruskan impian dan harapanmu tentang keluarga
Menjadi bahu tempat bersandar, menjadi telinga yang selalu mendengar keluh kesah
Dan menjadi yang paling depan untuk berkorban

Karena kepergianmu, menyisakan luka mendalam untuk ibu dan anak-anakmu. Sampai detik ini, ibu dan mbak dirumah masih sering meneteskan air mata, seakan belum siap menerima kepergianmu. Aku sebagai satu-satunya anak laki-laki harus siap dan sigap mengusap air mata mereka. Mendengar keluh kesahnya dan mengatur semuanya.

Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan....
Anakmu sekarang banyak menanggung beban......

Terima kasih Abah atas pengorbananmu, cintamu serta ilmu kehidupan yang telah engkau ajarkan kepada kami. Kepergianmu di waktu terbaik dan dalam kondisi terbaik, membuatku yakin kau bahagia di sana.


Untuk siapapun, aku, kamu dan kita semua. Janganlah kau sia-siakan sedikitpun perhatian, pengorbanan dan pesan-pesan dari orang-orang yang mencintai kita terutama orangtua kita. Kita tidak akan pernah tahu, jam, menit dan detiknya kita akan berpisah. Satu hal menurutku, penyesalan luar biasa adalah ketika kita tidak sempat memberikan penghargaan, respon serta pembalasan terbaik dari orang yang telah mencintai, menyayangi serta berkorban untuk kita.