Kamis, 29 November 2012

Bercermin Pada Air Yang Tenang

Tepat dua puluh tahun lebih dua hari yang lalu, seorang pemuda dari desa kedaton 4 itu lahir. ucapan "selamat ulang tahun" berceceran di inbox sms handphonenya. pemuda itu ditelpon oleh orang tuanya mengenai kondisi ekonomi keluarganya... bgini percakapan telephone di teras kampus saat hujan waktu itu :
truuut...
pemuda : asslmualaikum, hallo...
abah      : walaikumsalam, lagi ngapain nak?
pemuda : lagi ngobrol sama teman bah sambil nunggu hujan reda...
abah      : gimana kondisi kuliahmu, lancar kan?
pemuda : alhamdulillah lancar bah, tapi semakin mendekati tingkat akhir beban kuliah maupun beban pikiran makin berat bah... maaf klo ndak bisa memberikan sesuatu yang lebih..
abah     : alhamdulillah klo gitu, tetep pertahankan beasiswamu itu ya nak, soalnya akhir tahun ini dengan kondisi abah yang semakin tua, sepertinya akhir tahun ini abah mulai pensiun untuk bekerja dan otomatis abah ndak bisa biayai uang kuliahmu lagi nak...
pemuda : oh ya bah, aku paham masalah itu, selama ini juga aku lagi dalam proses berfikir dan merencanakan, mengenai beasiswa insya Allah akan selalu dijaga sampe akhir kuliah.. doakan saja bah, ada rezeki kedepannya..
abah     : insya Allah abah dan mama selalu mendoakanmua... gitu aja yak, cuma ngasih tau kondisi kita supaya kita lebih sadar... asslmualaikum...
pemuda : iya bah... walaikumsalam, salam sama mama dan mbak...
percakapan tersebut, bener-bener percakapan yang indah antara seorang ayah dan anak, di umur yang ke-20, ayah dari pemuda itu mengajarinya tentang sadar akan kondisi, mengajarinya tentang keharusan memulai usaha, mempertahankan sesuatu yang baik serta mempersiapkan segala sesuatunya. dengan percakapan tersebut, pemuda itu mulai sadar bahwa usianya telah mencapai dua puluh tahun yang berarti segala sesuatunya harus mulai mandiri bahkan suatu saat nanti mesti bertanggungjawab untuk orang lain.
meskipun selama ini, pemuda itu menjalani kuliah tanpa biaya dari orang tua, namun dengan percakapan tersebut ada sebuah pesan yang terisrat dari orang tuanya, bahwa diumur yang ke dua puluh pemuda itu harus mulai belajar membuat sebuah keputusan tentang masa depan.
satu hari setelah percakapan itu, ternyata memang benar, pemuda itu dihadapkan pada dua pilihan yang sangat besar antara menjadi atau tidak menjadi. menjadi yang berarti ada harga yang harus dibayar dengan pertanggungjawaban dan tidak menjadi yang berarti harus dibayar dengan sebuah resiko jangka pendek maupun jangka panjang. pemuda itu bingung, bimbang...
sesuai yang sering dikatakannya "hidup itu pilihan" dan sekarang ia dihadapkan pada pilihan yang sangat besar resiko dan pertanggungjawabannya. namun, dalam kebimbangan antara dua pilihan tersebut, pemuda itu sadar bahwa inilah sebuah pendewasaan. inilah sebuah pembelajaran bagaimana kita nantinya akan dihadapkan pada pilihan yang besar, karir, istri, kontribusi,dll. tidak lama lagi pemuda itu akan mengalaminya, maka pilihan demi pilihanpun dia sadari sebagai sesuatu yang harus dijalani dan tidak bisa dihindari resiko dan pertanggungjawabannya.
 saat ini, pemuda itu lebih banyak diam, bukan karena marah pada seseorang dan bukan juga karena berubah kepribadiannya, namun dalam diamnya ternyata ia menemukan jalan, solusi, titik terang untuk mengeksekusi sebuah pilihan. yap, seperti air yang tenang, maka kita dapat melihat bayangan wajah kita saat bercermin diair yang tenang, bahkan segala sesuatu yang berada diatas air yang tenang akan terlihat dengan jelas hingga langit yang tinggipun bayangannya akan tercermin di air yang tenang.
dalam diam seperti air yang tenang, ternyata ia juga dapat bercermin dan lebih mengenal rupa wajahnya, lebih mengenal sikap dan kepribadiannya, lebih mengenal sifatnya sehingga terlihat jelas tentang kesalahan demi kesalahan yang dilakukan, tentang keinginannya, tentang impian dan cita-citanya dan yang paling penting adalah tentang siapa dirinya. di air yang tenang ia lebih mengenal bagaimana dirinya seharusnya menjadi, bagaimana seharusnya bergerak, bagaimana seharusnya berfikir dan bagaimana seharusnya berbuat.
air yang tenang itu, ternyata membuat ia lebih hidup, lebih memberikan kehidupan, dan lebih jernih. meskipun akan ada banyak gangguan yang siap kapanpun membuat ia keruh. namun dalam tenangnya, dalam diamnya, setiap keruhnya air itu akan segera kembali jernih dan tenang serta siap memberikan cerminan dan pantulan untuk warna langit yang indah. diam atau tenang bukan berarti tidak memberikan riak ceria di sekitar, namun riak keceriaan itu telah tergantikan dengan suara-suara ceria dan bahagia anak-anak yang bermain disekitar air yang tenang.
riak keceriaan itu akan tergantikan dengan keramahan dan keteduhan suasana indah di air yang tenang.


1 komentar:

  1. 'isti masih kesel? wudhu dulu sana'
    kata ngejleb pertama yang teki bilang ke ak diumur 20tahunnya hue :p

    BalasHapus