Tanggal 27 april 2013, aku hendak
pulang ke bandar lampung sekedar untuk melakukan sebuah rencana kedepan terkait
masa depan. Yap, karena kata mario teguh keberhasilan itu ada di alam tindakan
bukan alam rencana. Setelah isya aku berangkat naik bis, aku lupa nama bis-nya
apa, yang pasti itu adalah bis jurusan bandung-merak. Selama kurang lebih 4 jam
berjalanan dalam bis dari bogor ke merak, alhamdulillah semuanya lancar dengan sedikit tidur di bis.
Tepat pukul 01.00 aku sampai di
merak. Selama ini kadang aku ndak sadar bahwa memang kehidupan ini terus
berjalan tanpa henti. Suasana di pelabuhan merak di pukul 01.00 sama kondisinya
dengan suasana disiang hari. Padahal pukul 01.00 adalah waktunya tidur atau
bagi yang sangat taat waktunya menyendiri berdiri di mihrabnya masing-masing
untuk melaksanakan qiyammul-lail. Pukul 01.00 dengan mata kemerahan, masih
banyak bapak-bapak, ibu-ibu yang masih berjuang mencari nafkah bagi keluarganya.
Lalu kapan tidurnya orang-orang itu? Kapan istirahatnya?
Itu semua belum apa-apa. Masih
ada lagi pemandangan yang membuat hati ini teriris dan membuat diriku
merinding. Sepanjang perjalanan melalui lorong-lorong jalur menuju tiket
ternyata masih banyak sekali ibu-ibu yang menjual kopi, pop mie, dan jajanan
lain. Bahkan ada yang sambil menggendong anak-anaknya. Kalo melihat raut muka
dan kondisinya rasanya ndak tega dan sangat iba. Pukul 01.00 mereka, seorang perempuan masih
berkeliaran untuk mencari nafkah. Pukul 01.00 disaat orang lain beristirahat
dengan kehangatan kasur empuknya, mereka malah diterpa angin malam yang membuat
tubuh ini kedinginan. Pukul 01.00 disaat para pemimpin telah menyelesaikan
aktifitasnya dan beristirahat untuk mengisi kekuatan untuk hari esok mereka
tetap saja masih berjuang, berjuang untuk sekedar menjual kopi atau pop-mie.
Aku ndak ngerti apa yang harus
dilakukan. Aku Cuma bisa berjalan melewati mereka sambil menganggukkan kepala
tanda ndak beli. Yap, aku ndak bisa apa-apa, aku hanya tersadar kembali bahwa
semua beban yang ada dalam kehidupanku mungkin bukan beban tetapi merupakan
sebuah alat untuk naik ke level yang lebih tinggi. Seperti alat-alat fitness
untuk memperbesar dan memperkuat otot di tubuh. Kesulitan yang kulalui, mungkin
karena kesalahanku atau sebuah jalan agar aku bisa belajar menyelesaikan
permasalahan tersebut. Sehingga bisa disadari bahwa masalah, kesulitan, beban,
tanggung jawab, urusan serta ujian yang dihadapi selama ini belum seberapa
ketimbang apa yang harus dialami orang-orang yang berdagang hingga pukul 01.00
di pelabuhan merak. Jangan sampai kita menyerah dengan kesulitan, beban yang
dihadapi hanya karena ingin selalu berada dalam zona nyaman. Siapa yang ndak
mau dizona nyaman, semua orang pasti mau. Namun kyaknya kita harus menanti
kesabaran untuk berada pada zona nyaman yang sesungguhnya yang sejati saat kita
menginjakkan telapak kaki kita ke syurga.
Untuk yang satu ini, ga ada makan
siang gratis. Ga ada yang mudah, ga ada yang instan, semua butuh proses, banyak
ujiannya dan butuh kesabaran untuk tetap konsisten dalam menggapainya. Yang
menggapai surga butuh perjuangan dan konsisten. Maka kesimpulan dari moment ini
yuk mari kita bersyukur dengan keadaan kita sekarang. Mudah-mudahan
kenikmatannya bertambah. Jangan sampai ketidaksadaran kita membuat kita mencari
puncak gunung padahal kita sendiri telah berada dipuncak gunung. Nikmati,
syukuri keindahan yang ada di puncak gunung yang masing-masing kita miliki.
Kita semua telah berada di puncak gunung, tapi sering banyak ga sadarnya. Kita
semua udah diberi nikmat yang luar biasa tapi sering ga bersyukurnya sehingga
sering memaksakan kenikmatan yang terkadang menyakiti atau merugikan orang
lain.
Diatas kapal ferry yang namanya
Dharma kencana IX (kapalnya bagus banget, mewah banget lho..)
Alhamdulillah...
Cemuangat kaka
BalasHapus